12 September 2008

Politik dengan Cinta Kasih…

Melanjutkan tulisan tentang politik kemarin, saya ingin memaparkan sedikit kecerdasan spiritual–spiritual quotient (SQ) dalam berpolitik. Mungkin tulisan ini masih dangkal dan jauh dari harapan saudara-saudara pembaca tulisan ini.
Kita lihat sekarang ini para calon legislatif berlomba-lomba mencari simpati rakyat-istilah kerennya tebar pesona. Sedangkan di waktu yang bersamaan banyak wakil rakyat (legislator) telah ditetapkan menjadi tersangka beberapa kasus korupsi, kolusi & nepotisme di periode 1999-2004 & 2004-2009 ini. Dalam 2 kali pemilu “jurdil” pasca reformasi kita melihat sudah berapa banyak kasus-kasus penyelewengan anggaran yang telah dilakukan sebagian wakil rakyat–istilah anekdot di situs humor “tidak semua anggota dewan–wakil rakyat koruptsi“ (berarti ada wakil rakyat yang korupsi dong). Baik tingkatan DPRD Kabupaten/Kota hingga sampai ke tingakatan DPR RI. Kalau dana ini dikumpulkan mungkin bisa membuat jalan Trans Kalimantan cepat selesai atau pun jalur Pantura Jawa selalu bagus.
Kita bisa lihat track record–masa lalu para wakil rakyat yang korup tersebut, mereka datang dari berbagai elemen masyarakat. Ini memang sudah menjad bom waktu karena pasca reformasi dengan berbagai pertimbangan pada saat pesta demokrasi pemilu 1999 mereka masuk menjadi anggota suatu partai atau partai yang menarik mereka. Karena jumlah partai yang banyak dan diwajibkan tiap partai harus memiliki kepengurusan sekian per sekian dari jumah propinsi atau kabupaten/kota yang ada di tanah air ini, maka terjadilah asal rekrut anggota partai. Hal ini berlanjut sampai pencalegkan dan hasilnya adalah gedung perwakilan rakyat tersebut diisi oleh orang-orang yang “kapabel” dalam penggunaan uang rakyat. Walaupun tidak semua, tetapi kalau Ustadz sekalipun jika berteman dengan puluhan Penjahat, lambat laun Ustadz tersebut akan terpengaruh minimal jika tidak terpengaruh Ustadz tersebut akan menutup mata dari kelakuan para Penjahat tersebut.
Kembali ke kecerdasan spiritual, jika diantara kita sekarang tergabung dalam lingkungan politik, mulai dari tingkatan paling bawah seperti Ketua RT, calon wakil rakyat atau pakar politik. Kecerdasan spiritual dapat ditajamkan secara kualitatif dengan menjadikan jabatan politik sebagai amanat dari Tuhan dan juga amanat rakyat yang memilih kita secara kolektif. Sebagai amanat Tuhan dan rakyat sekaligus, politik harus senantiasa berjalan di atas garis moral spiritual agama dan sepenuhnya ditujukan untuk kesejahteraan rakyat dalam kerangka untuk kepentingan ummat secara bersama. Jadi keimanan dan ketaqwaan kita harus kuat agar kita tidak terjerumus atau mudah terjebak dengan politik busuk seperti yang telah berlangsung selama ini.
Politik yang dijalankan di atas pondasi rapuh untuk korupsi, kolusi & nepotisme (pergantian kekuasaan–rezim, diikuti pergantian kelompok pengusaha istana), itulah cerminan dari kadar kecerdasan spiritual yang rendah di kalangan politisi kita. Menjalankan politik dengan manipulasi dan kekerasan juga merupakan salah satu cerminan kadar kecerdasan spiritual yang rendah.
Bagaimana menajamkan kecerdasan spiritual di kalangan politisi yang terjangkit kebodohan secara spiritual? Jadikanlah, misalnya Spiritual Politics sebagai panduan untuk menjalani politik secara santun dan beradab. Dalam Spiritual Politics : Changing the World from the Inside Out, Corinne McLaughlin dan Gordon Davidson secara baik dan cukup mengejutkan mulai menggeser politik sekuler murahan yang cenderung sarat perebutan kekuasaan, penipuan dan bahkan manipulasi yang dalam literatur new age disebut sebagai politik yang membunuh ke arah politik yang tidak membunuh, yang sarat cinta kasih, kejujuran, koordinasi, lebih santun, dan civilized.
Politik yang tidak membunuh, yang sarat cinta kasih, kejujuran, koordinasi, lebih santun, dan beradab itulah yang dapat menajamkan segi-segi kecerdasan spiritual kita dalam berpolitik pada semua tingkatan.


Dari berbagai saduran.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Politik itu memang mengerikan. Seperti seekor gurita raksasa, ia membelit apapun. Bila kita tidak mampu menjinakkan bahkan ia akan mematahkan tentakel-nya sendiri demi kepentingan.....
Mari kita cari analogi tentang politik yang lebih humanis, dan tidak jadi nomenklatur nama baru atau 'alias' bagi penjahat!

DEDY ARFIAN mengatakan...

Sy setuju dgn apa yg dikatakan oleh bng yudi, bhw korupsi mmng sdh merajalela di negeri "salah urus" ini, tetapi mmng perlu waktu yang cukup panjang utk kikis habis semua, karena sudah mendarah daging.Skrg sdh ada goodwill dr penyelenggara negara, 1 demi 1 sdh mulai terungkap kasus2 korupsi yg berskala besar, apresiasi buat KPK, yah begitulah hidup..."Kita tidak bisa mendesak siang menjadi sore supaya malam cepat datang" bukan begitu Bos?