18 September 2008

Pedagang Kali Lima...

Sering kali kita melihat di televisi bagaimana Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) mengejar-ngejar, merubuhkan lapak-lapak, bahkan berkelahi dengan para Pedagang Kaki Lima (PKL). Kita kerap bingung membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Semua sangat semu dan bias. Di satu sisi para Satpol PP berpegang pada aturan hukum yang mengikat dan sekedar menjalankan tugas negara. Di satu sisi para PKL berpegang pada demi kepentingan hidup keluarga mereka atau istilahnya demi kampung tengah atau pun sekedar untuk perut mereka dan orang yang mereka tanggung di rumah.
Kita akan melihat dari sudut pandang aturan hukum, memang sudah menjadi suatu dilema bagi kota-kota di Indonesia dengan tumbuh subur PKL di berbagai sudut pasar & jalan-jalan protokol. Sehingga timbullah suatu aturan yang ingin menata suatu kawasan yang bebas dari PKL. Rata-rata alasan yang mereka kedepankan adalah ingin menata kota agar indah, bersih dan tenteram. Tentulah suatu kalimat yang semu dan naif untuk dikedepankan karena kita bukan negara yang mapan, kita baru tahap membangun negeri yang carut marut ini setelah diperintah oleh rezim Orde Baru selama 32 tahun. Warisan hutang negara sangat besar bahkan anak yang baru lahir saja telah menanggung hutang jutaan rupiah, koruptor dengan sangat bebas merajalela di kehidupan sehari-hari. Mereka tidak takut dengan yang namanya KPK. Bahkan baru-baru ini KPK menangkap salah satu anggota KPPU yang menerima suap 500 jt rupiah dari salah satu perusahaan besar Indonesia yaitu Grup Lippo. Kasus suap terkait dengan persaingan usaha penyiaran siaran langsung Liga Inggris.
Kembali ke topik blog ini, pemerintah daerah (pemda) yang mengatur PKL dengan mengeluarkan suatu Perda tentang PKL banyak yang tidak bisa menempatkan atau pun merelokasi PKL tersebut ke tempat yang layak untuk berjualan. Bahkan mereka tidak ada tempat relokasi tetapi dilarang. Jelas ini sangat bertentangan dengan UUD 1945, dalam UUD 1945 sudah jelas rakyat berhak atas penghidupan yang layak. Bagaimana masyarakat bisa layak hidup jika mencari uang saja susah. Pemerintah wajib mencari solusi atau jalan tengah dalam penanganan hal ini. Bisa dilihat di kota Mempawah bagaimana PKL yang berjualan makanan & minuman dapat di tata di Terminal Bis Mempawah pada sore hari hingga tengah malam dan setelah itu semua menjadi rapi kembali. Di Singkawang PKL berjualan di Pasar Hongkong dengan tertib, sehingga pada pagi hari keadaan sudah kembali rapi. Demikian juga di Kuching kita menganal Pasar Satok, yang menjual berbagai makanan & minuman dengan gerobak yang seragam. Tapi di Pontianak kita lihat sendiri bagaimana para PKL seolah-olah menjadi permanen dalam menata lapak jualan mereka. Bahkan menutup akses pandangan bagi ruko permanen di pasar setempat. Contoh di Pasar Sudirman, kita masuk menggunakan mobil saja sudah sangat sulit padahal badan jalan sangat besar. Disinilah diharapkan ada kerjasama yang baik antara pemda dan PKL. Pemda mengatur seluruh warga kota & PKL musti tunduk terhadap aturan tetapi juga berhak atas tempat berjualan yang layak.
Untuk tempat berjualan yang layak sudah seharusnya pemda menyiapkan kawasan untuk PKL berjualan & kawasan tersebut memang menjadi tujuan masyarakat dalam mencari kebutuhan sehari-harinya. Jangan kawasan tersebut bukan tempat tujuan belanja masyarakat, akhirnya PKL tersebut akan merugi karena dagangan mereka tidak laku. Mungkin sebelum rugi terlalu besar atau bangkrut akhirnya PKL tersebut pindah kembali ke kawasan yang sudah dilarang pemda untuk dimasuki para PKL.
Jadi bagaimana pun pemda musti arif & bijaksana dalam menyikapi permasalahan ini. Memang PKL salah jika berdagang bukan pada tempatnya, tapi mereka juga rakyat negara ini yang musti mendapatkan penghidupan yang layak demi kelangsungan hidup keluarga mereka. Pemda juga salah jika tidak bisa menyiapkan kawasan bagi PKL bedagang.

6 komentar:

DEDY ARFIAN mengatakan...

Sebenarnye tidak ada masalah dengan pedagang, mo jualan dimana-mana, krn masih di Indonesia ini...
sebaiknye di ubah jak name nye jangan PKL agik, PKS jak...Pedagang Kaki Sepuluh, biar lbh kuat kesimbangan nye

BANG IID mengatakan...

Andai saya jadi walikota pontianak, akan saya siapkan mereka gerobak permanen, dan tegakkan peraturan dan kedisiplinan waktu dan tanggung jawab kebersihan pasca-berjualan. Akan saya berlakukan PKL dengan lebih manusiawi, namun tegas.....
Andai.

Awang Yudi Aryadi, SE mengatakan...

@Bung Dedy : Nampaknye Bung Dedy sangat terkesan dengan PKS, atau karena Bung Dedy caleg PKS yah..

Awang Yudi Aryadi, SE mengatakan...

@Bang Iid : Sayang Bg Iid belum mendapatkan amanah untuk maju dari kader PAN dalam pilkada Walikota Pontianak, padahal dariu segi kualitas & kuantitas sudah sangat layak untuk tampil. Tak masalah Bang, 2012 maju pilkada Gubernur jak. Kami dukung Bang.

motosuki mengatakan...

wah...para politikus mulai beralih ke ranah blog yeh :)
hehehehehe....

Awang Yudi Aryadi, SE mengatakan...

@motosuki : sebenarnya blog adalah salah satu alternatif untuk memperkenalkan diri kita kepada konstituen dan ajang mengeksploitasi hobi menulis kita. Trima kasih saudaraku.